Francesco Bagnaia mengalami akhir pekan yang buruk di Misano, yang menjadi titik terendah bagi pembalap tersukses dalam sejarah Ducati. Krisis kepercayaan diri yang dia alami disadari oleh pabrik bahwa sumbernya berasal dari dalam dirinya sendiri. Selain itu, sifat ramah Bagnaia dan situasinya telah mendapat simpati dari berbagai pihak, termasuk dari rivalnya Marc Marquez.
Marquez sendiri sedang dalam gelombang kemenangan, dengan potensi untuk meraih gelar juara MotoGP ketujuh dalam genggamannya. Sementara Bagnaia, dengan performa yang menurun, meninggalkan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya. Meski Ducati telah melakukan analisis mendalam terhadap motor Desmosedici yang dikendarainya, namun belum menemukan penyebab mekanis dari ketidaknyamanan yang dirasakannya.
Di sisi lain, Bagnaia sendiri merasa bahwa kuncinya bukan pada pengaturan teknis, melainkan pada pola pikirnya sendiri. Meskipun berbagai upaya dilakukan baik oleh Ducati maupun Bagnaia sendiri untuk menemukan akar penyebab masalahnya, namun hingga saat ini tidak ada solusi yang tepat.
Dengan Marquez terus memimpin dan Bagnaia terpuruk, Ducati terus mencari solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh pembalap muda mereka. Dengan perpanjangan kontrak Marquez menjadi prioritas utama, masa depan Bagnaia bergantung pada kemampuannya untuk membalikkan nasibnya. Ia harus segera menemukan performa terbaiknya, baik dengan motor Ducati atau dengan bantuan sosok seperti Casey Stoner. Selain itu, langkah yang diambil oleh Ducati dalam menghadapi situasi ini juga akan mempengaruhi keputusan pasangan pembalap untuk tim pabrik mereka.