Dalam situasi unjuk rasa, polisi sering kali harus mengambil langkah taktis untuk mengendalikan massa yang berpotensi memicu kerusuhan. Salah satu metode yang digunakan adalah penggunaan peluru karet yang secara umum dianggap sebagai senjata tidak mematikan. Meskipun demikian, peluru karet tetap memiliki potensi untuk menimbulkan cedera serius atau bahkan kematian jika digunakan dengan jarak dekat atau diarahkan ke bagian tubuh vital.
Peluru karet terbuat dari bahan karet atau plastik keras dan ditembakkan dengan proyektil mirip dengan peluru tajam. Kecepatan peluru karet lebih rendah karena karakteristik isolator panas dari bahan karet, yang membuat penetrasi tidak sekuat peluru logam. Jenis amunisi ini pertama kali digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat dan kemudian dikembangkan oleh Inggris untuk situasi konflik, seperti pengendalian kerusuhan. Meski sering diarahkan ke bagian tubuh bawah, seperti kaki, peluru karet masih memiliki dampak serius. Di Irlandia Utara, beberapa korban peluru karet bahkan mengalami kematian, cacat permanen, dan luka serius.
Di sisi lain, peluru tajam terbuat dari logam dengan daya penetrasi yang kuat dan berpotensi mematikan. Dalam konteks pengamanan unjuk rasa, peluru tajam jarang digunakan karena risiko yang lebih besar terhadap korban jiwa. Penggunaannya biasanya diarahkan ke bagian tubuh non-vital untuk melumpuhkan, bukan untuk membunuh. Perbedaan mendasar antara peluru karet dan peluru tajam terletak pada bahan, daya tembak, dan potensi fatalitas masing-masing jenis amunisi.
Dalam situasi seperti unjuk rasa, pemilihan jenis peluru yang digunakan oleh aparat keamanan sangat penting untuk meminimalkan risiko cedera serius atau kematian. Peluru karet adalah pilihan yang lebih aman karena sifatnya yang tidak mematikan, sementara peluru tajam hanya digunakan dalam kondisi darurat yang ekstrem. Dengan pemahaman yang baik tentang perbedaan kedua jenis amunisi ini, diharapkan situasi konflik dapat dihindari dan keamanan massa tetap terjamin.