Pengasuh Pondok Pesantren Syaichona Kholil Bangkalan, Mohammad Nasih Aschal atau yang akrab disapa Ra Nasih, telah menegaskan bahwa penggunaan sound horeg dianggap sebagai tindakan yang haram menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut Ra Nasih, pelanggaran terhadap fatwa ini bukan hanya masalah moral, tetapi juga bisa berujung pada masalah hukum. Ia mengatakan hal ini dalam acara GP Ansor di Bangkalan, Jawa Timur, saat menjawab pertanyaan dari salah satu kader Ansor.
Ra Nasih menjelaskan bahwa fatwa tentang larangan sound horeg berdasarkan hukum konstitusi dan sudah diakui oleh negara. Oleh karena itu, siapa pun yang tetap melanggar fatwa tersebut akan harus menghadapi konsekuensi hukum. Ra Nasih juga menekankan bahwa larangan ini tidak dimaksudkan untuk menghentikan usaha penyedia jasa penyewaan sound system, tetapi untuk mengklarifikasi perbedaan antara sound system digunakan untuk acara formal dan sound horeg yang sering berisi aksi joget bebas.
MUI Jawa Timur telah secara resmi mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang memberikan panduan tentang penggunaan sound horeg. Fatwa ini menyatakan bahwa penggunaan teknologi digital dalam kegiatan sosial dan budaya diperbolehkan selama tidak melanggar hukum dan prinsip syariat Islam. Namun, kebebasan berekspresi harus tetap memperhatikan hak orang lain dan tidak merusak fasilitas umum.
Fatwa tersebut juga menyoroti praktik sound horeg dengan suara berlebihan serta adu sound yang mengganggu ketentraman masyarakat dianggap sebagai haram. Penggunaan sound system secara wajar dalam kegiatan positif dijelaskan sebagai hal yang diperbolehkan. Fatwa ini juga telah menjadi dasar hukum bagi aparat penegak hukum, seperti Polda Jawa Timur, untuk melarang dan menindak penggunaan sound horeg yang meresahkan masyarakat.