Dunia balap mobil internasional saat ini menawarkan dua pilihan menarik dalam hal teknologi, yaitu Formula 1 (F1) dan Formula E. Meskipun keduanya menawarkan kecepatan dan inovasi terkini, pertanyaan yang sering muncul adalah, “manakah yang lebih cepat?”. Secara teknis, Formula 1 masih dianggap sebagai ajang balap tercepat dengan mobil yang dapat mencapai kecepatan maksimal sekitar 375 kilometer per jam berkat sasis ringan dan mesin berteknologi tinggi. Sementara itu, mobil Formula E memiliki kecepatan puncak sekitar 322 kilometer per jam dan daya maksimal 300 kW saat dalam balapan.
Namun, Formula E memiliki misi yang berbeda, yaitu menciptakan balapan yang ramah lingkungan dengan emisi karbon yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan Formula 1. Meskipun memiliki selisih kecepatan yang signifikan, Formula E mengedepankan elektrifikasi dan keberlanjutan dalam setiap ajangnya. Salah satu kelemahan Formula E adalah daya tahan baterai yang belum sebanding dengan F1, sehingga masih menghadapi keterbatasan dalam hal endurance.
Baik F1 maupun Formula E menjadi tempat uji coba teknologi otomotif terkini. F1 sedang mengembangkan bahan bakar rendah emisi sebagai bagian dari target netral karbon pada 2030, sedangkan Formula E menjadi laboratorium hidup untuk pengembangan baterai dan efisiensi daya pada kendaraan listrik. Meskipun Formula E belum sepopuler F1 dalam hal kecepatan dan jumlah penonton, keunggulannya dalam efisiensi dan komitmen terhadap lingkungan menjadikannya simbol masa depan olahraga otomotif.
Ketika berbicara soal kecepatan murni, Formula 1 masih unggul. Namun, dalam hal keberlanjutan dan inovasi otomotif global, Formula E tampil sebagai pesaing serius yang berupaya menciptakan jalur sendiri menuju masa depan. Dengan demikian, kedua ajang balap ini tidak hanya menarik dari segi kecepatan, tetapi juga dari aspek teknologi dan keberlanjutan yang diusung.