F1 telah mengumumkan rencana untuk beralih sepenuhnya ke bahan bakar sintetis mulai tahun depan. Perubahan ini akan melibatkan distribusi hampir 50/50 antara mesin V6 pembakaran internal dan motor listrik MGU-K yang lebih bertenaga. Langkah ini diambil untuk menarik lebih banyak pabrikan ke dalam seri, terutama setelah Audi dan Cadillac menyatakan niat mereka untuk ikut serta dalam beberapa tahun mendatang. Meski demikian, beberapa pihak masih mempertimbangkan kembali penggunaan mesin V10 di F1 sebagai langkah untuk mencapai jejak karbon nol pada tahun 2030.
Mohammed Ben Sulayem, Presiden FIA, menyatakan bahwa kembalinya mesin V10 dengan bahan bakar berkelanjutan perlu dipertimbangkan sebagai alternatif. Hal ini mendapat dukungan dari CEO F1, Stefano Domenicali, yang juga ingin menjelajahi opsi lain selain unit tenaga hibrida yang sudah ada. Meskipun banyak penggemar yang berharap untuk melihat kembalinya mesin V10 dengan raungan yang khas, para pabrikan yang terlibat dalam F1 saat ini belum menunjukkan minat untuk beralih dari formula hibrida. Meskipun demikian, ada dorongan besar di balik penggunaan bahan bakar elektronik sebagai langkah menuju keberlanjutan, meskipun masih terdapat kendala terkait harga dan efisiensi bahan bakar tersebut dibandingkan dengan model listrik dan hibrida.
Meskipun wacana tentang kembalinya mesin V10 muncul, Paddy Lowe dari Zero Petroleum meragukan bahwa hal ini akan terjadi dalam waktu dekat. Meskipun demikian, Formula 1 telah mengonfirmasi rencana untuk terus bergantung pada komponen listrik hingga 2026. Mesin V10 bisa menjadi kenangan nostalgia bagi para penggemar, namun keputusan akhir terkait formula mesin masa depan F1 masih dalam proses pengembangan.