Terbongkar! Penduduk Asing China Mencuri Ratusan Kilo Emas dan Perak di Pertambangan Kalimantan, Rampas Rp1,02 Triliun Baru

by -2256 Views
image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal China dengan inisial YH yang terlibat dalam penambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat telah disidangkan di Pengadilan Negeri Ketapang pada 28 Agustus 2024 lalu. Mengutip detik.com, tindakan YH menyebabkan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Angka tersebut dihitung berdasarkan hilangnya cadangan emas akibat penambangan ilegal.

IKLAN


Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW

Dalam persidangan terungkap bahwa YH berhasil menggasak emas sebanyak 774,27 kg melalui aktivitas penambangan ilegal yang dilakukannya di Ketapang.

Selain emas, YH juga berhasil mengambil cadangan perak sebanyak 937,7 kg di lokasi tersebut. Akibatnya, Indonesia menderita kerugian sebesar Rp1,02 triliun akibat aktivitas tersebut.

IKLAN


Selamat Memperingati HARDIKDA - Hari Pendidikan Daerah

Dari hasil uji sampel emas di lokasi pertambangan, ditemukan bahwa kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade). Sampel batuan mengandung emas sebanyak 136 gram/ton, sedangkan sampel batu tergiling mengandung emas sebesar 337 gram/ton.

Dari fakta persidangan juga terungkap bahwa merkuri atau air raksa (Hg) digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain dalam pengolahan pertambangan emas ini. Hasil olahan menunjukkan bahwa Hg (merkuri) dengan kandungan cukup tinggi, sebesar 41,35 mg/kg.

Pelaku melakukan tindakannya dengan memanfaatkan lubang tambang atau terowongan pada wilayah tambang yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun malah dimanfaatkan untuk penambangan secara ilegal.

Setelah dilakukan pemurnian, emas hasil penambangan dibawa keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.

Dari hasil penyelidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap bahwa volume batuan bijih emas yang tergali mencapai 2.687,4 m3.

Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.

Sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman penjara selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain.

Sidang selanjutnya akan dilakukan dalam enam tahap sidang, yaitu saksi dari pihak penasihat hukum, ahli dari penasihat hukum, pembacaan tuntutan pidana (requisitor), pengajuan/pembacaan nota pembelaan (pleidool), pengajuan/pembacaan tanggapan-tanggapan (replik dan duplik), dan terakhir pembacaan putusan.

Kasus penambangan emas ilegal yang dilakukan YH beberapa waktu lalu berhasil diungkap oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri.

“Ditemukan adanya aktivitas tanpa izin yang terjadi di tempat kejadian perkara yang dilakukan oleh tersangka inisial YH yang bersangkutan merupakan warga negara RRT atau Republik Rakyat Tiongkok,” jelas Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Mineral (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi pada Konferensi Pers, Sabtu (10/5) seperti dikutip dari CNBCIndonesia.

Sunindyo mengungkapkan modus operandi yang digunakan oleh YH dalam aksinya adalah dengan memanfaatkan lubang tambang atau terowongan pada wilayah tambang yang memiliki izin resmi.

Terowongan tersebut seharusnya mendapat pemeliharaan namun justru dimanfaatkan untuk penambangan secara ilegal.

“Hasil kejahatan tersebut kemudian dimurnikan dan dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas,” ujar Sunindyo.

Sunindyo menyebutkan bahwa YH dijerat dengan Pasal 58 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“Sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020, dengan ancaman hukuman penjara selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar dan perkara ini juga sedang dijadikan perkara pidana dalam undang-undang lain selain Undang-undang Minerba,” katanya.

Dia juga menyebutkan bahwa peralatan yang ditemukan dalam penambangan ilegal tersebut termasuk alat ketok atau label, saringan emas, cetakan emas, dan induction smelting.