SURABAYA – Dwi Kurniawati, seorang buruh asal Surabaya yang dipenjara karena menanyakan UMK di PT. Mentara Bawa Satria atau yang lebih dikenal dengan Kowloon Palace Internasional Club, telah divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan (PN) Surabaya.
Vonis dari hakim Taufan Mandala ini jauh dari harapan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya, Darwis, yang sebelumnya menuntutnya dengan tuntutan pidana selama 6 bulan penjara.
Hakim Taufan Mandala dalam putusannya menilai bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana memalsukan berkas pengalaman kerja yang dikeluarkan oleh Koperasi Karyawan (Kopkar) Rumah Sakit William Booth, sebagaimana dakwaan dari Penuntut Umum.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Dwi Kurniawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dakwaan Penuntut Umum. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan. Memulihkan hak dan martabatnya seperti sediakala,” kata Ketua Majelis Hakim Taufan Mandala di ruang sidang Candra, PN Surabaya. Rabu (25/9/2024).
Sebelumnya, Jaksa Darwis dalam surat dakwaannya menjelaskan bahwa terdakwa memalsukan berkas pengalaman kerja yang dikeluarkan Koperasi Karyawan (Kopkar) Rumah Sakit William yang ditandatangani oleh Sunali, selaku Ketua Pengurus.
“Dengan surat tersebut, terdakwa bisa bekerja sebagai staff accounting sejak 28 November 2022 dengan masa percobaan selama 6 bulan sampai 28 Mei 2023. Pemalsuan itu terungkap pada 11 Mei 2023 lalu. Saat itu terdakwa tidak masuk kerja dan tidak bisa dihubungi. Ketika dilakukan pengecekan dan evaluasi kinerja, didapatkan temuan bahwa terdakwa sering melakukan kesalahan dalam perhitungan kerja karyawan,” kata Darwis.
Mengetahui hal itu, Eko Purnomo bersama Fransisca selaku General Affair, dan Galuh sebagai HRD melakukan pengecekan data lamaran kerja terdakwa.
Kemudian para saksi ini curiga terhadap salah satu berkas lamaran kerja terdakwa yang dikeluarkan oleh Kopkar Rumah Sakit William Booth. Lalu saksi melakukan pengecekan ke rumah sakit tersebut dan diketahui bahwa lembar fotocopy surat keterangan kerja yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit William Booth adalah palsu.
Supali sebagai Kepala Koperasi Karyawan Rumah Sakit William Booth dari tahun 2013 hingga tahun 2017 tidak pernah menandatangani surat pengalaman kerja milik terdakwa.
Namun, terdakwa Dwi memang pernah bekerja kontrak di Koperasi Karyawan Sejahtera RS William Booth sebagai staf administrasi dari tahun 2005 hingga 2014. Dia berhenti bekerja dengan status Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Dengan menggunakan surat keterangan kerja yang tidak benar/palsu, akhirnya Dwi Kurniawati dapat diterima dan bekerja sebagai staff accounting di PT Mentari Nawa Satria,” ucap Darwis.
Darwis melanjutkan seharusnya terdakwa saat itu tidak dapat diterima kerja sebagai accounting karena yang dibutuhkan adalah seseorang yang berpengalaman. Akhirnya terbukti ketika terdakwa bekerja, dia tidak cakap dalam menjalankan tugas, yaitu melakukan kesalahan dalam menghitung gaji karyawan. Sehingga tempat usaha hiburan malam di Jalan No 31-37 Surabaya mengalami kerugian sekitar Rp. 24 juta.
Rinciannya gaji selama 6 bulan dikali Rp. 3 juta adalah Rp. 18 juta. Kemudian, kelebihan bayar karyawan atas nama Sasongko dan Massun sebesar Rp. 4,7 juta. Ditambah lagi, Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterima terdakwa senilai Rp. 1,5 juta. (firman)