Melihat Potensi Sektor Konstruksi dan Pasar Modal Pasca Pemindahan Ibu Kota Negara Ke New

by -94 Views

JAKARTA — Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur membawa dinamika baru bagi berbagai perusahaan di sektor konstruksi, terutama yang terlibat dalam pembangunan IKN. Pemindahan ibu kota dianggap sebagai solusi untuk mengatasi ketimpangan jumlah penduduk yang selama ini terpusat di pulau Jawa dan Sumatra, dengan masing-masing memiliki 56 persen dan 21 persen dari total penduduk, sementara Kalimantan hanya memiliki 6 persen.

“Pemindahan ibu kota adalah solusi untuk mengurangi kemacetan di Jakarta dan sebagai langkah untuk memperluas wilayah,” kata Kepala Riset Retail Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati dalam Webinar ‘Menilik Peluang IKN dan Sektor Konstruksi’ yang diselenggarakan oleh Sinarmas Sekuritas (SimInvest) pekan lalu.

Keberlanjutan IKN sudah menjadi fokus dalam pemerintahan yang baru, memberikan sentimen positif terutama bagi sektor konstruksi untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan konstruksi yang masih menghadapi tantangan tingginya tingkat hutang.

IKN merupakan proyek pemerintah besar dan berkelanjutan, yang akan memberikan berkah bagi sektor konstruksi khususnya BUMN Karya, dan 10 perusahaan swasta seperti Sinarmas, Agung Sedayu, Salim Group, Djarum Group, dan lainnya, yang turut berkontribusi dalam pembangunan IKN juga akan mendapat manfaat. Selain sektor konstruksi, pembangunan IKN juga akan memberikan dampak positif bagi industri semen yang saat ini mengalami oversupply.

Dalam Rencana APBN tahun 2025, masih dialokasikan anggaran IKN sebesar Rp 400,3 triliun dalam anggaran infrastruktur. Meskipun terjadi penurunan sebesar 5,5 persen dibandingkan tahun 2024, namun jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2022 dan 2023.

“Meskipun terjadi penurunan dari tahun sebelumnya, jumlah ini masih cukup positif dan kondusif untuk terus berkembangnya sektor konstruksi,” katanya.

Ike juga menyebutkan saham-saham sektor konstruksi yang menarik untuk diperhatikan, seperti PTPP dan WIKA. BUMN Karya terdiri dari ADHI, PTPP, WSKT, dan WIKA, dimana ADHI dan PTPP memiliki kondisi keuangan yang lebih solid karena memiliki proporsi hutang yang lebih rendah.

Selain itu, Ike juga membahas wacana merger BUMN Karya yang terbagi menjadi 3 klaster. Klaster 1 terdiri dari ADHI, Brantas Abipraya, dan Nindya Karya yang fokus pada infrastruktur air, rel kereta api, dan proyek serupa. Klaster 2 terdiri dari Hutama Karya dan Waskita Karya yang khusus pada pembangunan jalan tol, jalan non-tol, serta infrastruktur institusional. Sedangkan Klaster terakhir terdiri dari PTPP dan WIKA yang fokus pada pembangunan gedung, sektor energi, dan industri.

Dari ketiga klaster tersebut, Ike melihat Klaster 3 yang terdiri dari PTPP dan WIKA menjadi merger BUMN Karya yang paling kompetitif dari segi kinerja keuangan dan nilai kontrak.

Sumber: Republika