PRINCIPLES OF LEADERSHIP – prabowosubianto.com

by -126 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan Tentara Nasional Indonesia]

Para pembaca yang terhormat,

Jika kita mempelajari sejarah bangsa-bangsa, kita dapat belajar bahwa tidak ada perubahan signifikan yang terjadi tanpa didorong oleh perjuangan yang gigih. Seringkali, perjuangan ini berbentuk konflik militer.

Demikian juga, Indonesia hanya bisa meraih kemerdekaannya karena perjuangan yang gigih melibatkan para leluhur Indonesia – perjuangan militer besar generasi ’45.

Sebuah perjuangan militer tidak akan berhasil tanpa adanya pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan teladan dan prinsip-prinsip militer yang teruji waktu. Pemimpin yang memberi contoh, pemimpin yang berada di garis depan.

Saya melihat sikap-sikap tersebut ditunjukkan oleh para pemimpin saya, para mentori saya sepanjang karier saya di TNI. Beberapa di antaranya adalah bagian dari generasi ’45 yang memerdekakan Indonesia dari kolonialisme Belanda.

Saya merujuk pada sikap para pemimpin seperti Kolonel TNI (Purn.) Azwar Syam, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Himawan Soetanto, Jenderal TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Mung Parahadimulyo, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yogie Suardi Memet, Jenderal TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yunus Yosfiah, Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayor Jenderal TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono, Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Dr Aloysius Benedictus Mboi, Raden Panji Muhammad Nur, dan banyak lagi yang saya anggap sebagai mentor saya.

Saya juga merujuk pada sikap-sikap mantan pelatih-perwira saya. Mereka telah membentuk dan membantu saya, termasuk Kapten Haruman dan Warrant Officer Bayani.

Tanpa para teladan ini, saya tidak akan seberhasil mengarahkan operasi militer ketika saya menjadi perwira TNI. Saya tidak akan seberhasil setelah pensiun dari Angkatan Darat.

Selain belajar pelajaran dan keterampilan penting dari para pemimpin dan pelatih saya, selama saya di TNI, saya juga meluangkan waktu untuk membaca kisah kepemimpinan pejuang kemerdekaan kami dan pemimpin dunia lainnya.

Kita dapat belajar banyak dari kepemimpinan Gadjah Mada, Raden Wijaya, Malahayati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Gubernur Suryo, Jenderal Sudirman, Robert Wolter Mongisidi, dan banyak tokoh nasional lainnya yang begitu gigih berjuang untuk bangsa Indonesia.

Ada juga banyak hal yang dapat kita pelajari dari ketabahan Alexander Agung, Julius Caesar, Duke of Wellington, Mustafa Kemal Atatürk, Deng Xiaoping, Emiliano Zapata, dan pemimpin militer dunia lainnya yang berhasil memimpin pasukan dan negara mereka melalui pertempuran besar.

Selama bertahun-tahun, saya telah membagikan kisah sikap pemimpin militer yang sukses: para senior saya, instruktur saya, dan tokoh-tokoh nasional dan dunia dalam kuliah-kuliah saya di Padepokan Garudayaksa, sebuah pusat pembelajaran yang saya bangun di Hambalang, dan belakangan ini dalam kuliah-kuliah saya di Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN).

Namun, saya tahu bahwa untuk membangun kesadaran di kalangan generasi baru kepemimpinan TNI dan kepemimpinan nasional, hanya dengan memberikan kuliah tentang sikap pemimpin militer yang sukses tidak cukup.

Oleh karena itu, dengan menulis buku ini, saya membagikan pengalaman dan pengetahuan saya dengan khalayak yang lebih luas. Saya berharap semakin banyak orang akan mendapat manfaat dari apa yang saya pelajari dari para tokoh seperti Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayor Jenderal TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono, dan individu teladan lainnya yang bukan hanya merupakan pemimpin TNI yang hebat tetapi juga negarawan yang patut diacungi jempol.

Selain belajar dari para senior saya, saya juga banyak belajar dari rekan-rekan sejawat dan junior saya. Di antara mereka adalah Mayor Jenderal TNI (Purn.) Glenny Kairupan, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Suhartono Suratman, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Johannes Suryo Prabowo, Kapten TNI Pahlawan Laskar Sudaryanto, dan Letnan Satu TNI Pahlawan Laskar Siprianus Gebo.

Selain nama-nama juniorku yang sudah saya sebutkan di atas, masih banyak yang menonjol. Misalnya, rekan-rekan seangkatan saya di Akademi Militer (AKABRI) angkatan ’74: Brigadir Jenderal TNI Harry Pysand, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Mahidin Simbolon, dan Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Endang Nugiri. Mereka semua menonjol dalam bidang operasi. Saya telah menyaksikan mereka dalam kontak senjata. Mereka adalah contoh keberanian dan pengorbanan. Terkadang mereka bahkan terlalu berani. Beberapa rekan sejawat dan junior saya ditembak oleh musuh karena keberaniannya.

Beberapa juniorku yang lain juga menonjol dalam pertempuran: Kapten CDM TNI (Purn.) Dr Boyke Setiawan bergabung dengan saya di medan perang beberapa kali, Kolonel Infanteri TNI Pahlawan Laskar Adel Gustimego (’78), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Chairawan Kadarsyah Kadirussalam Nusyirwan (’80), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Musa Bangun (’83), Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Taufik Hidayat (’83), Kolonel TNI (Purn.) Sugeng Rahardjo, dan Mayor Jenderal TNI (Purn.) Meris Wiryadi (’83).

Saya juga ingin menyebutkan Mayor Jenderal Surawahadi, komandan peleton saya ketika ia masih Letnan Dua. Dia sangat tajam. Begitu melihat musuh, dia akan terus mengejar mereka meskipun usaha seperti itu membutuhkan berhari-hari.

Juga, juniorku yang sangat berprestasi dalam angkatan ’87: Mayor Jenderal TNI Marga Taufiq (’87), Jenderal TNI Andika Perkasa, yang sekarang adalah Panglima TNI, Letnan Jenderal TNI Muhammad Herindra, yang sekarang adalah Wakil Menteri Pertahanan, Letnan Jenderal TNI Ida Bagus Purwalaksana yang sebelumnya adalah Komandan Batalyon 328, Komandan Brigade 17, sekarang adalah Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan. Ida Bagus sekarang bekerja dengan saya setelah berpisah selama beberapa dekade.

Memang, jika saya harus menulis tentang mereka secara rinci, saya tidak akan pernah selesai menulis buku ini. Mungkin dalam buku berikutnya, saya akan menceritakan tentang mereka. Saya juga sedang mengingat kembali catatan saya tentang banyak perwira dan prajurit yang telah bertugas bersama saya. Dalam buku yang akan datang, saya akan memberi tahu Anda tentang mereka. Buku ini sudah lebih dari 500 halaman. Saya berharap sikap dan kualitas kepemimpinan yang digambarkan dalam buku ini dapat meningkatkan kesadaran saling mendukung untuk memperjuangkan bangunan Indonesia yang kuat, bermartabat, dan sejahtera.

Terima kasih.

Source link