Petugas menunjukkan uang dolar AS di Money Changer, Jakarta, Rabu (17/4/2024). Berdasarkan data Bloomberg Rabu (17/4) pukul 12:00 WIB rupiah anjlok ke Rp16.236 per dolar AS melemah 60,50 poin atau 0,37 persen. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tersebut imbas dari ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah antara Iran dan Israel.
JAKARTA — Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Laras Febriany melihat adanya peluang valuasi yang menarik di pasar obligasi Indonesia di tengah selisih imbal hasil (yield) obligasi pemerintah dan US Treasury (UST) yang berada pada level tertinggi dalam satu tahun terakhir. Kondisi itu menciptakan potensi investasi menarik pada siklus akhir menjelang pemangkasan suku bunga.
Per akhir Juni 2024, tercatat imbal hasil UST 10 tahun di kisaran 4,4 persen, dan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun kembali menembus 7 persen.
“Apabila dibandingkan dengan negara di kawasan Asia, selisih imbal hasil obligasi Indonesia menjadi yang tertinggi, bahkan di atas India. Ditambah lagi, Credit Default Swap (CDS) 5 tahun yang menggambarkan persepsi risiko bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia sudah terlihat stabil,” ujar Laras, Kamis (11/7/2024).
Lebih lanjut, pihaknya melihat pasar obligasi tetap memiliki potensi, terutama apabila inflasi Amerika Serikat (AS) menurun dengan stabil, sehingga Fed Funds Rate (FFR) dapat diturunkan pada tahun ini, diiringi dengan stabilitas nilai tukar rupiah.
“Kami melihat skenario ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Berikutnya, kejelasan tentang outlook fiskal, anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan kabinet ekonomi pemerintahan baru dapat menciptakan tambahan katalis bagi pasar obligasi ke depannya,” ujar Laras.
Di tengah kondisi pasar yang masih bergejolak dan sensitif terhadap perubahan sentimen, baik dari global maupun domestik, Laras menyampaikan bahwa investor perlu menjaga tingkat risiko portofolio.
“Menerapkan diversifikasi pada portofolio investasi dapat menjadi salah satu strategi bagi investor dalam menjaga tingkat risiko investasi,” ujar Laras.
Ia menyebutkan reksa dana obligasi dapat dipertimbangkan oleh investor untuk memanfaatkan karakteristik defensif dari kelas aset obligasi, dimana kondisi imbal hasil obligasi yang tinggi saat ini dapat menjadi peluang bagi investor untuk “mengunci yield” di level yang menarik dan juga dapat menikmati potensi capital gain ketika suku bunga mulai beranjak turun.
“Kami mengelola portofolio secara aktif dan fokus kepada manajemen durasi serta pemilihan efek yang diharapkan dapat menjadi penopang kinerja portofolio di tahun ini. Selain itu kami juga terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali,” ujar Laras.
sumber : Antara
Sumber: Republika