Pendapatan Negara Turun 33 Persen karena Penurunan Harga

by -145 Views

JAKARTA — CEO PT Timah Tbk (TINS) Ahmad Dani Virsal menyatakan bahwa penurunan harga timah disebabkan oleh oversupply atau kelebihan pasokan di pasar global, yang mengakibatkan pendapatan negara dari sektor timah turun sekitar 33 persen. Salah satu negara yang mengalami peningkatan produksi timah adalah Malaysia. Oversupply tersebut mengakibatkan penurunan harga jual timah di pasar global.

“Produksi menurun, ditambah dengan penurunan harga jual timah, sehingga pendapatan mengalami penurunan yang signifikan. Harga jual yang menurun disebabkan oleh oversupply di pasar global,” kata Ahmad Dani dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, di Senayan, Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Selain penurunan harga jual timah di pasar global, Dani juga mengatakan bahwa produksi bijih timah di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 14.855 ton, turun 26 persen dibandingkan dengan tahun 2022 yang sebesar 20.079 ton.

Akibat dari hal-hal tersebut, pendapatan negara yang sebelumnya Rp 12,5 triliun pada tahun 2022, turun menjadi Rp 8,392 triliun pada tahun 2023.

“Jadi, terjadi penurunan pendapatan sebesar 33 persen,” kata Dani.

Kinerja keuangan dari sisi EBITDA (earning before interest, taxes, depreciation, and amortization) atau pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi, juga menunjukkan penurunan yang signifikan.

Pada tahun 2022, Dani menjelaskan bahwa EBITDA PT Timah sebesar Rp 2,371 triliun, dan menurun 71 persen pada tahun 2023 menjadi Rp 684 miliar.

“Beban tetap, biaya puncak tetap, tetapi pendapatan jauh menurun karena produksi juga menurun,” ucap dia.

Lebih lanjut, Dani menyebutkan bahwa dari segi nilai aset dan ekuitas juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, aset PT Timah senilai Rp 12,85 triliun, turun 1,6 persen dibandingkan dengan aset pada 2022 yang senilai Rp 13,067 triliun.

Sementara itu, ekuitas, yang sebelumnya sebesar Rp 7,042 triliun pada tahun 2022, turun menjadi Rp 6,242 triliun pada tahun 2023.

“Selain itu, interest bearing debt (utang yang menghasilkan bunga) sekitar Rp 3,5 triliun, mengalami kenaikan 26 persen. Karena mengalami kesulitan arus kas, kami memperbesar pinjaman,” kata Dani.

Sumber: Antara
Sumber: Republika