Maskapai penerbangan Indonesia, Merpati Airlines, telah menghadapi masa pailit setelah terbang pertama kali pada 6 September 1962.
Merpati Airlines merupakan maskapai yang bersejarah, karena pada tahun 1970, mereka menjadi satu-satunya maskapai Indonesia yang mampu melakukan penerbangan internasional dan menjalin kerja sama dengan maskapai asing seperti Japan Airlines, Qantas, Lufthansa, dan China Airlines. Merpati juga mulai sebagai maskapai penerbangan kecil dan berkembang menjadi maskapai kelas dunia.
Pada tahun 2007, Merpati terlilit utang hingga 1 juta dolar AS, yang berasal dari berbagai sumber, termasuk hutang bahan bakar dan pembelian pesawat yang dikaitkan dengan korupsi. Akhirnya, pada Februari 2014, Merpati dihentikan operasionalnya karena kinerja perusahaan sudah tidak mampu menopang lagi.
Pada tahun 2018, Presiden Direktur Merpati Airlines, Asep Ekanugraha mengungkapkan bahwa pihaknya optimistis Merpati bisa terbang kembali tahun berikutnya. Ia juga mengakui bahwa kesalahan dan masalah lama telah membuat Merpati berhenti beroperasi, namun berharap bahwa Merpati bisa menjadi maskapai baru yang menjadi tumpuan dan citra Indonesia.
Asep juga mengakui bahwa masalah keuangan dan inefisiensi, kualitas pesawat, dan persoalan manajemen menjadi faktor utama dalam menjatuhkan kondisi perusahaan sehingga perusahaan bahkan tidak mampu lagi menggaji pegawai-pgawainya.
Meskipun pemerintah berusaha membantu restrukturisasi Merpati pada tahun 2019, utang terus bertambah dan akhirnya pada Juni 2022, Pengadilan Negeri Surabaya menetapkan Merpati Airlines pailit.
Menteri BUMN, Erick Thohir, mengatakan bahwa Merpati Airlines merupakan salah satu dari tujuh BUMN yang ditargetkan untuk ditutup, dan telah menugaskan penyelenggaraan proses kepailitan Merpati Airlines kepada Danareksa dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Proses kepailitan Merpati Airlines sudah ditangani oleh pengadilan, dengan pengangkatan hakim pengawas dan kurator untuk mengawasi proses tersebut.
