Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menginginkan agar para petani kelapa sawit memiliki pabrik mini minyak kelapa sawit. Hal ini sebagai upaya hilirisasi industri kelapa sawit dan memudahkan petani sawit mengolah hasil perkebunan.
“Ada satu cita-cita yang diinginkan Presiden dan Wapres, bagaimana agar para petani kelapa sawit bisa punya pabrik kelapa sawit sendiri dan itu sifatnya afirmatif,” kata Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi dalam siaran pers Setwapres usai mendampingi Wapres Ma’ruf menerima audiensi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) di Istana Wapres, Jakarta Pusat, Jumat (8/12/2023).
Pada pertemuan ini, Apkasindo melaporkan berbagai kendala dalam upaya hilirisasi industri kelapa sawit, termasuk belum terealisasinya pembangunan pabrik mini minyak kelapa sawit. Belum terwujudnya pabrik mini kelapa sawit hingga saat ini, salah satunya disebabkan terhambatnya regulasi dari Kementerian Pertanian.
“Sampai saat ini tidak bisa, karena ada hambatan-hambatan, (adapun) salah satu hambatan itu ada peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian,” ujar Masduki.
Padahal, kata Masduki, Presiden dan Wapres menginginkan agar para petani kelapa sawit yang di dalamnya juga berasal dari kalangan pondok pesantren, gereja, dan berbagai komunitas agama lainnya dapat membangun pabrik mini minyak kelapa sawit sendiri.
“Inginnya Presiden dan Wapres bagaimana agar petani yang tergabung dalam Apkasindo ini juga bisa mendirikan pabrik-pabrik kecil sehingga mereka bisa mandiri. Dan keuntungannya bisa lima kali lipat kalau misalnya mereka punya pabrik sendiri,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Wapres akan memanggil Menteri Pertanian dan Menteri Keuangan, termasuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang menghimpun dana-dana kelapa sawit guna membahas persoalan tersebut, serta melaporkan hasilnya kepada Presiden.
“Karena dana-dana kelapa sawit itu sekarang sudah cukup besar, lebih dari 100 triliun rupiah, banyak digunakan oleh (program B35) Biodiesel yang pada akhirnya mengalir kepada pengusaha-pengusaha kelapa sawit besar, sementara para petani kelapa sawit menengah dan kecil ini ingin mendirikan pabrik mini belum bisa,” katanya.
Lebih jauh, Masduki mencontohkan, akibat petani kelapa sawit belum dapat membangun pabrik mini minyak kelapa sawit sendiri, para petani kelapa sawit di Pegunungan Arfak, Papua Barat, merugi sekitar Rp 30 miliar per tahun.
“Daerah Pegunungan Arfak di Papua Barat itu sangat jauh, tidak bisa kelapa sawitnya dijual, sehingga tidak bisa dipanen dan kerugian setahun itu bisa mencapai 30 miliar rupiah, uang (hilang) percuma dari para petani kelapa sawit,” ujar Masduki.
Sebelumnya, dalam pertemuan tersebut, selain menyampaikan berbagai kendala dalam program hilirisasi industri kelapa sawit, Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung juga melaporkan bahwa usaha kelapa sawit saat ini memiliki prospek yang cukup baik. Bahkan, program santripreneur berbasis kelapa sawit yang digagas Wapres diduplikasi kalangan gereja dengan nama Pastorpreneur berbasis kelapa sawit.
“Jadi pastor-pastor, suster-suster, mengangkat angkong, membawa bibitan (kelapa sawit) di suatu daerah, di Riau agak pelosok, mereka membawa bibitan sudah 100 ribu batang. Dan tujuan mereka sebenarnya bukan berbisnis, tetapi tujuan mereka adalah memberikan bibit ke masyarakat dengan sertifikasi unggul dengan harga diskon,” katanya.
Bahkan, menurut Gulat, saat ini rata-rata petani kelapa sawit per hektare lahan memperoleh pendapatan 1 sampai 2 juta rupiah per orang.
“Kalau rata-rata petani itu memiliki 4,14 hektar, per petani sudah mendapatkan uang minimal 8 juta rupiah per bulan. Sudah bisa untuk menyekolahkan anak,” ungkapnya.
Untuk itu, ungkap Gulat, pada kesempatan ini DPP Apkasindo menyampaikan Plakat Penghargaan kepada Wapres atas perhatian dan kiprahnya dalam memajukan usaha dan menyejaterakan petani kelapa sawit.
“Jadi kami tidak hanya melaporkan keluhan kami, tetapi kami juga berbahagia karena Bapak Wapres telah berhasil membangkitkan semangat kami, dari dua sudut sinergi, satu sebagai petani dan satunya lagi sebagai orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui program Santripreneur,” katanya.