SOLO – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) berusaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) guna mengejar ketertinggalan dari negara lain melalui kegiatan HR Networking 2023.
“AAUI kita dari sisi SDM sangat tertinggal, bukan dalam ilmu asuransi, tetapi dalam membangun satu karakter yang kuat,” kata Ketua AAUI Budi Herawan di sela kegiatan HR Networking 2023 di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (9/12/2023).
Oleh karena itu, menurutnya, ketertinggalan tersebut harus segera dikejar. Ia mengatakan bahwa setelah empat hari melakukan kunjungan kerja ke Korea Selatan, masih banyak hal yang harus dikerjakan oleh sektor asuransi di Indonesia.
“Salah satunya adalah pembinaan terhadap SDM. Mencetak karakteristik yang lebih bertanggung jawab dan bermoral. Kita bisa berkesinambungan nanti hingga tahun 2024,” katanya.
Menurutnya, kegiatan tersebut juga menjadi pintu gerbang untuk membangun SDM yang kuat di dunia perasuransian.
Pada kesempatan yang sama, Pengawas Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 OJK Surakarta Susana Diah Kusumaningrum mengatakan bahwa di sektor jasa keuangan, SDM dituntut untuk menciptakan kemampuan beradaptasi dengan menciptakan layanan yang mudah, murah, cepat, andal, dan berorientasi pada konsumen.
Oleh karena itu, dikatakannya, sektor jasa keuangan termasuk di dalamnya asuransi perlu didukung oleh kapasitas SDM yang berdaya saing dan mampu menghadapi kompetisi yang begitu tinggi.
Menurutnya, OJK juga memiliki komitmen yang tinggi untuk mengawal pengembangan kapasitas SDM di industri jasa keuangan secara terintegrasi dan berkelanjutan.
“Cetak biru pengembangan SDM merupakan suatu kerangka acuan terperinci sebagai landasan perencanaan pengembangan sumber daya manusia. Harapannya nantinya bisa menjadi prioritas dalam menyusun strategi dan menyusun pengembangan program SDM di setiap industri jasa keuangan, khususnya di industri asuransi umum,” katanya.
Ia mengatakan bahwa menurut survei literasi dan inklusi keuangan di Indonesia pada tahun 2022, khususnya di sektor asuransi, angkanya masih cukup rendah, yakni sebesar 31,72 persen dan angka inklusi sebesar 16,63 persen.
“Ini merupakan PR apakah kita perlu memberikan edukasi atau sebelumnya masyarakat yang sudah trauma dengan asuransi bisa percaya diri kembali bahwa kita butuh asuransi sebagai proteksi diri,” katanya.
Sumber: ANTARA
Dipublikasikan oleh: Republika