38% dari Tenaga Kerja Formal adalah Generasi Sandwich

by -146 Views

Pekerja sedang menyelesaikan mural di bawah jalan layang Tol Becakayu, Jakarta, Rabu (25/10/2023). Pekerja informal sering bekerja di lingkungan berisiko tinggi dan berpenghasilan rendah sehingga tidak mampu membayar iuran jaminan sosial Ketenagakerjaan secara mandiri dan berkelanjutan. BPJS Ketenagakerjaan/BP Jamsostek memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada pekerja rentan melalui program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

JAKARTA — Menteri Koordinator Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengungkapkan bahwa 38% tenaga kerja di sektor formal merupakan bagian dari generasi sandwich.

“Generasi sandwich merujuk pada individu yang orang tuanya tidak pernah berpengalaman bekerja di sektor formal,” kata Muhadjir dalam simposium “Dampak Hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)” di Jakarta, Rabu (6/12/2023).

Menurutnya, generasi sandwich harus menanggung beban dari dua arah, yaitu dari orang tua di atas dan anak-anak atau keluarga mereka sendiri di bawah. Mereka terjebak dalam situasi di mana mereka harus merawat orang tua dan juga menghadapi tanggung jawab terhadap anak-anak atau keluarga mereka sendiri.

Muhadjir menyebutkan bahwa jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap generasi tersebut maka akan berpotensi menimbulkan kemiskinan secara massal. Kondisi tersebut semakin diperparah jika mereka tidak memiliki keterampilan yang cukup baik, karena hal itu dapat mengakibatkan penurunan ekonomi yang signifikan ketika mereka kehilangan pekerjaan.

Fenomena generasi sandwich menjadi salah satu penyebab fluktuasi angka kemiskinan yang terus berubah-ubah. Muhadjir menilai bahwa permasalahan ini menjadi tantangan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia.

Muhadjir menekankan pentingnya perhatian, pengembangan keterampilan, dan pemberian pelatihan kepada generasi sandwich agar mereka mampu bersaing di pasar kerja, mengurangi risiko kemiskinan yang berlebihan, serta mendukung penguatan ekonomi negara.

Sumber: Republika