Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bersama PT PLN (Persero) Group meluncurkan program pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan untuk rantai pasok biomassa.
Program yang bernama STAB (Socio Tropical Agriculture-waste Biomassa) dan PERTIWI (Primary Energy Renewable & Territorial Integrated Wisdom of Indonesia) itu diluncurkan pada COP28 (The 28th Conference of the Parties) di Dubai, Uni Emirat Arab.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim Erick Thohir mengungkapkan, pemerintah ingin menunjukkan aksi nyata dalam mengejar target Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 serta mencapai Net Zero Emissions (NZE) di tahun 2060.
“Pemerintah Indonesia telah mengembangkan strategi penerapan kebijakan dekarbonisasi dan kemudian memastikan transisi energi yang lancar untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan sosial,” ujar Erick di Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan bahwa peluncuran program ini sejalan dengan peta jalan transisi energi. Selain itu, pemanfaatan biomassa juga merupakan bentuk komitmen dalam meningkatkan bauran EBT di Indonesia sebesar 23 persen pada tahun 2025.
“Kebijakan substitusi Co-firing biomassa intensif dilakukan di Indonesia sebagai langkah konkret dalam mereduksi emisi karbon guna mencapai target NZE di tahun 2060 atau lebih cepat. Co-firing biomassa juga memiliki peran yang vital dalam akselerasi transisi energi, di mana energi bersih ini akan berkontribusi sebesar 3,6 persen dari total target bauran EBT 23 persen di tahun 2025,” jelas Darmawan.
Lebih lanjut, Darmawan menjelaskan Co-firing biomassa memiliki keunggulan Levelized Cost of Electricity (LCOE) terendah dibanding akselerasi ke EBT lainnya. Tak hanya itu, masyarakat lokal juga akan memainkan peran penting dalam menyediakan bahan baku biomassa.
Direktur Utama PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) Iwan Agung Firstantara menjelaskan, STAB merupakan jenis biomassa yang berasal dari limbah pertanian di mana proses produksi akan melibatkan masyarakat tani secara langsung.
Bahan baku dari STAB dapat berupa limbah atau residu tanaman pertanian atau perkebunan seperti sekam, jerami padi, bonggol jagung, bagasse, pucuk daun tebu, limbah aren, limbah sagu, residu kelapa, tandan kosong pelepah sawit, ranting-ranting pruning tanaman, dan lain-lain.
“Sebagai negara tropis dengan masyarakat agraris, kami melihat banyak sekali limbah pertanian yang selama ini hanya ditimbun atau dibakar agar lahan bersih kembali. Nah Kami melihat potensi besar ini, maka kami terus berinovasi bagaimana memanfaatkan limbah yang tadinya tidak bermanfaat dan mengganggu bisa diutilisasi menjadi energi bersih bahkan mampu menciptakan nilai ekonomis baru bagi para petani di Indonesia,” kata Iwan.
sumber : Antara
Sumber: Republika