GSMA Mendorong Pemerintah Untuk Mengkaji Ulang Harga Spektrum Frekuensi 5G

by -145 Views

Asosiasi industri seluler global GSMA mengatakan bahwa Indonesia perlu meninjau kembali rencana pengembangan spektrum frekuensi seluler 5G yang tengah berjalan. Hal ini terutama terkait dengan penetapan harga untuk memastikan kelancaran transformasi digital.

Menurut Kepala GSMA Asia Pasifik Julian Gorman, hasil analisis mereka menyimpulkan Indonesia dapat kehilangan sepertiga potensi pemasukan negara dari teknologi 5G apabila harga spektrum belum disesuaikan. Jika harga spektrum mengikuti perhitungan lama, hingga sepertiga potensi sosio-ekonomi 5G atau sekitar Rp 216 triliun bisa hilang dari PDB Indonesia periode 2024—2030.

Sejak teknologi 5G diluncurkan pada 2019 di Korea Selatan, jumlah pengguna teknologi seluler itu telah mencapai 1 miliar secara global pada akhir 2022 dan diperkirakan akan meningkat hingga 1,5 miliar dalam waktu dekat. Kemajuan teknologi 5G juga diharapkan akan memacu perkembangan ekonomi digital Indonesia dalam upayanya menjadi negara dengan ekonomi terbesar dunia di masa depan.

Namun, biaya total spektrum tahunan bagi operator seluler di Indonesia meningkat lebih dari lima kali lipat sejak 2010. Hal ini tidak sejalan dengan pendapatan rata-rata per pengguna layanan seluler yang turun sebesar 48 persen dalam periode yang sama. Gorman menyoroti rasio biaya frekuensi tahunan dengan pendapatan operator seluler di Indonesia yang saat ini berada di tingkat 12,2 persen, melampaui rata-rata rasio di negara kawasan Asia Pasifik sebesar 8,7 persen maupun secara global yang rata-ratanya ada pada 7 persen.

Oleh karena itu, GSMA menyarankan pemerintah Indonesia untuk menurunkan harga tawar minimum spektrum frekuensi supaya operator seluler tidak terlalu terbebani dengan rasio harga yang tinggi. Selain itu, GSMA juga meminta pemerintah untuk mengevaluasi dan menyesuaikan formula yang mengatur biaya tahunan spektrum frekuensi serta menyusun peta jalan pembangunan teknologi seluler 5G dan generasi-generasi selanjutnya. Sumber: ANTARA (Republika)