Kesejahteraan Petani Harus Menjadi Prioritas Untuk Meningkatkan Produktivitas Kelapa

by -110 Views

JAKARTA – Kelapa, menurut Profesor Sudrajat, telah terpinggirkan karena selama dua dekade tidak ada atau mungkin pun ada, namun belum signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani. “Program yang ada selama ini berupa peningkatan produktivitas, seharusnya dibalik program untuk meningkatkan kesejahteraan petani kelapa,” kata Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB University.

Program peningkatan kesejahteraan adalah menjaga stabilitas harga kelapa dan kopra, terutama untuk daerah-daerah sentra kelapa di wilayah terpencil seperti Riau, Jambi, Sumsel, Maluku. Mereka tidak memiliki keleluasaan seperti petani kelapa di daerah perkotaan yang dapat menjual kelapa ke perkotaan. Kondisi ini menyebabkan kesejahteraan petani kelapa terpinggirkan.

Pemerintah juga tidak memiliki program peremajaan kelapa. Padahal 70-80% kelapa yang ada sekarang sudah tua. Penyediaan benih juga menjadi masalah karena kebun induk yang dibangun pada masa lalu seperti di Sukabumi yang dimiliki Kementan, di Lampung milik PTPN, sudah tidak ada.

“Tidak ada upaya lebih dalam penyediaan benih, bimbingan, dan penetrasi pasar dari pemerintah membuat petani kelapa terpinggirkan. Kelapa bisa dikatakan 100% diusahakan oleh petani, jadi ketika membahas kelapa maka yang dibahas adalah petani kelapa,” kata Sudrajat lagi.

Program kelapa pendekatannya adalah peningkatan kesejahteraan petani, bukan peningkatan produktivitas. Apa guna peningkatan produktivitas jika petani tidak sejahtera, meskipun saat ini produktivitas rendah karena tanaman sebagian besar sudah tua.

Kunci utama dalam mencapai itu adalah hilirisasi. Pemerintah harus memberi insentif kepada swasta untuk membangun industri kelapa terpadu. Dengan semakin banyaknya industri terpadu, maka akan membuka pasar bagi petani kelapa. Nilai tambah juga akan semakin besar di dalam negeri.

Produktivitas rendah merembet kemana-mana, menjadi tidak efisien sehingga daya saingnya rendah. Kunci meningkatkan produktivitas adalah peningkatan harga. Jika menguntungkan petani tanpa dibuat program pasti, akan meningkatkan produktivitas dengan sendirinya.

“Jadi harus menciptakan pasar yang bagus sehingga produk olahan kelapa Indonesia berdaya saing tinggi, industri akan berkembang sehingga menampung kelapa petani dengan harga layak. Petani dengan keuntungan dari kelapa pasti akan berusaha meningkatkan produktivitas,” katanya.

Kerjasama pentahelix diperlukan untuk mendorong semua ini. Ada pengusaha yang membangun industri olahan terpadu, pemerintah dengan regulasi yang menarik investor olahan kelapa dan menguntungkan petani, lembaga riset dengan hasil riset untuk meningkatkan daya saing, petani sebagai produsen, dan media yang terus menyampaikan betapa luar biasanya potensi kelapa ini.

Dalam diskusi pada peluncuran buku “Industri Kelapa Indonesia, Komoditi Leluhur yang Termarginalkan”, Dirjen Perkebunan yang diwakili Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon, Anwar M Nur menyatakan Kementerian Pertanian terus memacu peningkatan produksi, produktivitas, dan daya saing serta ekspor komoditi perkebunan termasuk kelapa yang dapat meningkatkan pendapatan petani dan para pelaku usaha terkait lainnya. Namun anggaran APBN yang masih terbatas hanya mampu membiayai pengembangan kelapa seluas rata-rata 10.000 hingga 15.000 hektare (ha) per tahunnya.

Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika mengatakan, hilirisasi industri kelapa merupakan salah satu prioritas yang dijalankan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian. Hilirisasi industri kelapa terbagi menjadi industri pangan dan non-pangan.

Direktur Eksekutif International Coconut Community (ICC), Jelfina C, Alouw mengungkapkan, kontribusi kelapa itu luar biasa, baik secara ekonomi maupun lingkungan. Dari 19 persen total ekspor kelapa global, Indonesia berbasis daging kelapa. Sebelumnya, Indonesia adalah yang pertama sebagai produksi dan areal kelapa terbesar dunia. Saat ini posisinya dipegang Filipina dengan luas perkebunan kelapa terbesar sekitar 3.592,66 ha.

Ketua Dewan Kelapa Indonesia, Gamal Nasir, menyatakan bahwa kelapa yang terpinggirkan belum memberikan kesejahteraan pada petani. Oleh karena itu, program Dekindo adalah petani untung, pengusaha untung. Industri semakin berkembang sehingga bisa menampung bahan baku petani, ada kemitraan, ada industri, dan petani, sehingga harga kelapa meningkat. Harus ada diversifikasi produk kelapa.