Kebijakan EUDR Mempersulit Tiga Juta Petani Sawit di Seluruh Dunia

by -212 Views

Kebijakan European Union Deforestasion-Free Regulation atau EUDR yang diberlakukan oleh Uni Eropa (UE) pada 16 Mei 2023 dinilai akan memiliki dampak yang signifikan bagi petani kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antara regulasi EUDR dan kondisi di lapangan yang dihadapi oleh petani sawit sehari-hari.

Regulasi ini mengelompokkan negara-negara eksportir berdasarkan tingkat risiko deforestasi, yaitu risiko tinggi, risiko menengah, dan risiko rendah. Berdasarkan standar UE, Indonesia dianggap sebagai negara dengan risiko deforestasi tinggi dalam produksi komoditas, salah satunya melalui ekspor minyak kelapa sawit.

Sekretaris Jenderal Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Rizal Afandi, menjelaskan bahwa tantangan terbesar bagi petani kelapa sawit di Indonesia adalah dalam hal pelacakan, karena banyak dari mereka bergantung pada pihak perantara dalam melakukan bisnis sehingga melacak asal-usul buah kelapa sawit menjadi sulit dilakukan.

Menurut Rizal, tanpa kehadiran EUDR, petani kelapa sawit di Indonesia sudah menghadapi tantangan dan masih membutuhkan bimbingan dalam memenuhi kriteria keberlanjutan industri kelapa sawit, terutama karena manajemen kelompok tani yang belum terorganisir dengan baik. Selain itu, mereka juga menghadapi keterbatasan akses terhadap peralatan pertanian berkualitas dan pendanaan.

Rizal juga menekankan bahwa kebijakan EUDR akan berdampak tidak hanya pada petani kelapa sawit di Indonesia, tetapi juga lebih dari tiga juta petani kelapa sawit di seluruh dunia. Ini disampaikannya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 and 2024 Price Outlook di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali.

Duta besar Indonesia untuk Belgia, Luxembourg, dan Uni Eropa, Andri Hadi, menambahkan bahwa jika kebijakan ini terus berlanjut, maka petani kelapa sawit dari berbagai negara akan hilang dari rantai pasok. Petani kelapa sawit sendiri merupakan pilar penting dalam industri kelapa sawit di Indonesia dengan kontribusi sekitar 41 persen.

Andri juga menyatakan bahwa kebijakan ini akan memberi keuntungan UE dalam mendapatkan harga yang stabil dari berbagai komoditas yang masuk ke wilayahnya. Namun, di sisi lain, negara-negara produsen akan dirugikan dengan kebijakan yang dikenakan.

Untuk mengatasi permasalahan antara kebijakan EUDR dan petani kelapa sawit, CPOPC telah membentuk Joint Task Force dengan UE dalam menjembatani regulasi EUDR dengan kondisi petani kelapa sawit di seluruh dunia. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah melalui workshop untuk petani kecil di Malaka, di mana mereka dapat menyuarakan pendapat mereka terkait EUDR.

Indonesia memiliki keberatan terhadap regulasi EUDR bukan karena penolakan terhadap konsep keberlanjutan, tetapi lebih terkait dengan ketimpangan antara regulasi EUDR dengan kondisi di negara-negara eksportir. Indonesia telah lama berjuang melawan deforestasi dan dalam empat tahun terakhir, laju deforestasi di Indonesia telah mengalami penurunan.

Andri menyatakan bahwa tidak ada negara yang dengan sengaja melakukan deforestasi dan Indonesia sejalan dengan negara-negara lain dalam memerangi deforestasi.

Sumber: Republika