Aksi genosida Israel terhadap Palestina telah mengubah geopolitik dunia, termasuk bagi pemerintah Cina. Menurut laporan South China Morning Post, Israel merasa kesal dengan sikap Cina yang lebih mendukung Palestina.
Kepala Program Kebijakan Asia di Institut Diplomasi dan Hubungan Luar Negeri di Israel, Abba Eban, Gedaliah Afterman mengatakan bahwa sikap Cina telah menjadi pukulan telak bagi ekonomi Israel. Cina selama ini menjadi mitra dagang terbesar kedua bagi Israel setelah Amerika Serikat (AS).
“Selama bertahun-tahun, hubungan ekonomi Israel dengan Cina berjalan baik. Namun, sekarang Cina menarik investasi senilai miliaran dolar ke industri dan infrastruktur teknologi tinggi,” ujar Afterman dilansir dari South China Morning Post pada Jumat (3/11/2023).
Afterman menjelaskan bahwa ada beberapa indikator yang menguatkan dukungan Cina terhadap Israel. Pertama, Cina tidak memberikan pernyataan mengecam para pejuang Hamas seperti yang diinginkan oleh Israel. Kedua, Israel geram dengan langkah Cina yang memveto proposal draft resolusi AS di PBB untuk jeda kemanusiaan, bukan gencatan senjata secara penuh.
“Kurangnya kecaman Cina terhadap Hamas, ditambah dengan retorika anti-Israel di media sosial Cina, membuat Israel menilai Cina telah berpihak pada Palestina,” ucap Afterman.
Afterman menyampaikan bahwa sikap Cina dipengaruhi oleh negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS dalam mendukung aksi keji Israel. Menurut Afterman, hal ini menjadi salah satu faktor bagi Cina untuk berseberangan dan mendukung Palestina.
Cina juga tidak lagi menganggap Israel memiliki posisi strategis dan justru memberikan dampak negatif bagi posisi Cina di kancah global. Hal ini diperkuat dengan penjajakan ekonomi utusan khusus Cina untuk Timur Tengah, Zhai Jun, yang berkunjung ke Qatar, Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yordania, tanpa mengunjungi Israel beberapa waktu lalu.
Zhai juga sering menyampaikan kekhawatiran pemerintah terhadap krisis kemanusiaan di Gaza dan perlunya gencatan senjata. Zhai menegaskan posisi Cina yang mendorong solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan keluar yang realistis saat bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Waleed Al-Khuraiji.
Pengamat Hubungan Cina dan Timur Tengah di Belgia, Guy Burton, mengatakan bahwa Cina dan Israel tidak lagi sejalan. Menurut Burton, Cina mendorong proses perdamaian, sementara Israel memilih menggunakan kekerasan.
“Sikap Cina terlihat saat menyetujui resolusi gencatan senjata kemanusiaan segera, jangka panjang, dan berkelanjutan dalam Majelis Umum PBB,” ucap Burton.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Wang Wenbin, mengatakan bahwa resolusi tersebut mencerminkan tuntutan kuat dari mayoritas negara dan menekankan bahwa ketidakadilan terhadap Palestina tidak boleh diteruskan.
Wakil Direktur Pusat Kebijakan Israel-Cina Diane & Guilford Glazer, Galia Lavi, mengatakan bahwa Israel menilai Cina tidak lagi menjadi pemain yang relevan karena tidak mendukung Israel. Galia mengungkapkan bahwa Cina memiliki sikap anti-Israel di PBB.
“Saya melihat Israel tidak bisa mempertahankan hubungan seperti sebelumnya dengan Cina. Segala sesuatunya harus berubah, tapi kita tidak tahu seberapa besar perubahan yang akan terjadi,” kata Galia.
Saat ini, Cina menjadi Presiden Dewan Keamanan PBB mulai November 2023 dan bertekad akan fokus pada Palestina-Israel. Pertanyaannya, apakah Cina akan menyeret Israel ke Pengadilan Internasional?
Sumber: Republika